Akhir-akhir ini, beberapa macam komoditas andalan Indonesia melambung harganya seperti nickel, batubara dan CPO. Kejadian seperti ini mengingatkan saya Kembali pada tahun 2008 yang mana kenaikan harga batubara yang sangat tinggi menyebabkan pengusaha tambang banyak mengeruk keuntungan dan salah satu hasil keuntungan itu diinvestasikan ke dalam sector properti.
Oleh karena itu, gejala seperti ini sudah mulai terlihat di tahun 2021 ini, para pengusaha yang sudah bekerja di seputaran sector tersebut, mulai menuai keuntungan dan Sebagian mulai membeli properti untuk menambah asset mereka. Banyak emiten properti yang mulai terlihat bagus di dalam laporan keuangan mereka pada semester 1 tahun 2021 ini. Akan tetapi pada tulisan ini, saya hanya akan membahas satu emiten yang saya rasa sangat menarik yaitu BSDE.
Mengapa BSDE? Karena saya sangat tertarik dengan land bank yang masih ada sekitar 3800an Ha atau sekitar 38 juta m2 dengan nilai perolehan yang hanya sekitar 12.4 Triliun Rupiah saja, dengan kata lain, nilai dari perolehan per m2 hanya sekitar Rp 326.000/m2 (Laporan Keuangan Tahunan BSDE, 2020). Sangat jauh dari harga rumahnya yang saat ini sudah diatas sepuluh jutaan per m2. Sebagai catatan saja, Gross Profit Margin (GPM) BSDE saat ini ada di sekitar 67% dan merupakan yang tertinggi dibanding pesaing pesaingnya seperti SMRA,
ASRI, JRPT dan CTRA.
Dari 38 juta m2 di atas, bisa dianggap 40% adalah infrastruktur, fasum dan fasos, maka sisanya sekitar 22 juta hektar adalah tanah yang siap dikembangkan, maka BSDE masih memilki prospek yang sangat besar untuk berkembang.
Selain itu, perusahaan juga dapat dengan mudah beradaptasi merubah produk (harga unit rumah baru) mengikuti perkembangan trend saat ini menjadi salah satu alasan yang kuat untuk menciptakan revenue yang stabil. Perlu diketahui harga untuk perumahan yang laris saat ini adalah harga yang berada di kisaran Rp 1 M hingga Rp 2 M per unit rumah dan BSDE hampir selalu terjual habis saat meluncurkan unit rumah dengan harga seperti itu.
Dengan Operasional Cash Flow (OCF) yang mencapai 2 triliun rupiah pada laporan keuangan terbaru di Semester 1 2021 ini, rasanya sangat worth jika kita menginvestasikan sebagian dana ke emiten ini meskipun sudah hampir 5 tahun emiten ini tidak membagi deviden.
Perlu diketahui juga, bahwa bisnis BSDE tidak hanya berada di Serpong saja melainkan tersebar di beberapa wilayah dan juga memiliki pendapatan berulang dari beberapa unit usahanya. Berikut kami kutip dari data PUBEX BSDE yang baru lewat beberapa hari lalu.
Harga saat ini sedikit agak tinggi di 1000 meskipun masih dihargai dengan PBV 0.68x maka setiap penurunan harga merupakan kesempatan untuk menambah porsi investasi di emiten ini. Ideal pembelian memang berada di maksimal harga 1100. Target jual berada di kisaran harga 2000-2400.
Disclaimer On : Tulisan ini hanya merupakan sudut pandang penulis dan bukan merupakan instruksi beli dan atau jual. Jika tertarik berinvestasi di saham yang disebut oleh penulis ini, silahkan melakukan Analisa Ulang. Penulis tidak mendapatkan apapun dari keuntungan investasi Anda dan demikian juga sebaliknya.
0 Comments